WISATA MACAU, HONGKONG, DAN  SHENZHEN BAGIAN 2
Pada  pukul 12.00 kami  checkout hotel dan berangkat ke Macau Ferry Terminal dengan  menggunakan  free shuttle bus dari hotel.  Kami memilih ferry yang dioperasikan oleh  Turbojet menuju dermaga di Sheung  Wan Hongkong Island dengan harga  tiket 140 MOP.  Meskipun Macau dan Hongkong termasuk wilayah Macau,  namun untuk  ke luar Macau harus dilakukan pemeriksaan  imigrasi.   Pemeriksaan imigrasi dilakukan sebelum memasuki ruang tunggu  keberangkatan ferry ke Hongkong.  Perjalanan ferry dari Macau ke  Hongkong memakan waktu selama sekitar 1 jam.  Sepanjang perjalanan cuaca  agak berkabut, sehingga visibilitas hanya terbatas pada jarak beberapa  ratus meter  saja.  Mungkin karena lelah dan sengaja  memanfaatkan waktu  untuk istirahat, kami terbangun saat ferry menurunkan daya  mesinnya  dan di depan sudah terlihat gedung-gedung pencakar langit sebagai ciri  khas  kepulauan Hongkong.  Setelah sampai di dermaga ferry Sheung Wan  kami menuju ke stasiun MTR Sheung Wan yang ternyata  jaraknya dekat  untuk naik MTR menuju ke Tsim Sha Tsui.  MTR (Mass Transit Railway),  yaitu kereta api yang melintas di  bawah tanah termasuk di bawah dasar  laut,  yang menghubungkan  89 stasiun di seluruh wilayah Hongkong.   Tempat penginapan kami yaitu  Maple Leaf Guesthouse yang berdekatan  dengan stasiun MTR Tsim Sha Tsui di kawasan Kowloon,  sedangkan terminal  terakhir ferry ini ada di Sheung Wan yang berada di Hongkong Island.   Setelah sampai Sheung Wan dan mengalami pemeriksaan imigrasi untuk masuk  Hongkong, kami menuju ke  stasiun MTR Sheung Wan untuk menuju ke  stasiun Central.  Pembelian tiket dilakukan secara mandiri melalui mesin  penjual  tiket (ticket vending machine), yang secara otomatis tiket dan  uang kembali  akan keluar setelah kita pencet stasiun tujuan dan uang  pembayaran tiket.  Selanjutnya dari stasiun Sentral ganti MTR yaitu  Tsuen Wan line (jalur Tsuen Wan) dan berhenti di stasiun Tsim Sha Tsui.   Sesuai arahan dari manajer Mapple Leaf Guesthouse,  kami menuju ke exit  E dan setelah mencapai jalan Napthan dibawah layar TV besar di situ  kami  temukan Chungking Mansiun dimana hostel berada.  Sekitar pukul  14.00 kami sampai di Mapple Leaf Guesthouse.  Posisi Gueshoust sangat  strategis, karena berada di pusat perbelanjaan dan sangat dekat dengan   stasiun  MTR Tsim Sha Tsui.  Ukuran  kamar hostel (nama hotel berskala  kecil) sangat sempit, karena  tidak lebih dari 3 X 2.5 m lengkap dengan  kamar mandi dalam,  dan  dua bed tempat tidur ukuran 2 X 0.8 m.   Meskipun sempit, tetapi fasilitasnya cukup lengkap antara lain TV, meja  lengkap dengan pesawat telepon, AC.  Kamar mandi lengkap dengan  wastafel, shower, dan pemanas air, serta fasilitas WIFI.  Coba bayangkan  kira-kira sesempit apa ruangan tersebut.  Bahkan untuk sholatpun kami  lakukan tidak bisa dengan berdiri, melainkan dengan cara duduk.  Masalah   kiblat dalam ibadah sholat, sudah nggak perlu lagi diperdebatkan.   Bertanya orang di Hongkong tentang hal-hal yang tidak biasa bagi mereka,  pasti memperoleh jawaban yang tidak memuaskan.  Ruangan yang sangat  sempit ini, sekaligus menggambarkan bahwa di Hongkong tanah demikian  mahal. Saya hanya berhandai-handai, jika  seandainya rumah saya di Yogya  bisa dipindah di Hongkong, mungkin langsung jadi  kaya raya mendadak  hanya dari menyewakan rumah.  Karena sempitnya ruangan ini sampai saat  tidur saya bermimpi  kejatuhan TV dan kejepit koper, haa …haa …haa.   
Sesuai  dengan  jadwal yang kami buat, sore ini kami akan ke Peak Victoria dan museumnya  si Madam Tsutau.  Kami  berangkat sekitar 15.30 ke stasiun Tsim Sha  Tsui (TST) menuju Central yang ditempuh dalam waktu 5 menit.  Jika  ditambah dengan jalan kaki dari hostel ke TST dan lama menunggu MTR,  mungkin dari hostel ke Central hanya 15 menit.  Selanjutnya kami menuju  Peak Tram Statiun yang berjarak lumayan jauh.  Sebenarnya kalau langsung  tahu tempatnya, jarak tersebut mungkin  bisa ditempuh dengan jalan kaki  sekitar 15 menit.  Namun karena pakai bingung segala, akhirnya kami  baru bisa sampai  hampir setengah jam.  Perjalanan ke stasiun Peak Tram  cukup rumit, meskipun ada penunjuk arah.  Tapi karena penunjuk arah  tidak terlihat sejak keluar dari  stasiun Central, dan juga banyaknya  belokan, maka ya pakai bingung segala.  Tanya orang Hongkong termasuk  Polisi kurang begitu baik memberikan arahan. Mungkin faktor bahasa,  karena banyak yang  tidak bisa berbahasa Inggris, atau dialek Inggrisnya  sulit ditangkap.  Bahkan ada beberapa yang menolak untuk ditanya, pada  saat kami bertanya dengan bahasa Inggris sopan : “Let me  know where the  Peak Tram Statiun is?  Begitu denger kata “let me know” biasanya dia  langsung menggerak-gerakan tangan  sambil geleng-geleng kepala, yang  mengisyaratkan tidak mau ditanya.   Dengan alasan itu isteri saya bilang  : “Udah gak usah pakai let me know let me know-an segala”. Langsung  saja tanya :  “Peak Tram”?   Ternyata pertanyaan singkat tersebut lebih  efektif dari pada menggunakan pertanyaan panjang.  Tapi akhirnya kami  tertolong oleh seorang warga Amerika yang paham betul lokasi stasiun  Peak Tram, karena  berseberangan dengan kantor kedutaan Amerika  Serikat.     
Akhirnya  kami sampai di stasiun Peak Tram,  dan tram dari stasiun ini hanya menuju ke Peak Victoria.  Peak tram  merupakan alat transportasi kuno yang dioperasikan  mulai tahun 1888.   Pada saat awal operasinya, tram menggunakan tenaga dorong berupa mesin  uap dengan bahan bakar batu bara.  Peak tram yang ada saat ini sudah  menggunakan teknologi kendali mikroprosesor dan telah ditingkatkan  kapasitasnya dari  72 menjadi 120 penumpang.  Menurut catatan tidak  kurang dari 3 juta orang pertahun  menggunakan Peak Tram ini untuk  sekedar melihat panorama indah  pulau Hongkong dari ketinggian puncak  Victoria.  Harga tiket tram untuk perjalanan bolak balik sebesar 40  HKD.  Sebelum berangkat dilakukan pemotretan, dan ternyata hasil  pemotretan tersebut dijual seharga 350 HKD dengan  ditambah beberapa  souvenir.  Mau beli atau tidak foto tersebut, hukumnya adalah sunah.   Dibeli bagus untuk kenangan, tidakpun nggak apa-apa.  Apalagi turis gaya  “backpacker” seperti kami ini, segala pengeluaran tentu dengan  pertimbangan masak-masak.  Akhirnya kami putuskan untuk tidak membeli,  dengan terlebih dahulu menyampaikan “I am sorry” ke tukang fotonya.   Suatu pengalaman yang sangat menarik, yaitu mengendarai tram dengan  sudut tanjakan yang cukup terjal.   Dalam perjalanan kami bisa melihat   panorama  menarik khususnya di sebelah kanan tram, berupa deretan  gedung-gedung tinggi yang gemerlapan yang terpancar  dari gedung-gedung  tinggi tersebut.   Perjalanan menuju Peak Victoria tidak terlalu lama,    paling hanya sekitar 10 menit.  Begitu  turun dari tram, kami  melanjutkan agenda perjalanan yang sudah kami rencanakan, yaitu melihat  koleksi  nenek Tussauds berupa patung lilin, dengan harga tiket 160  HKD. 
| Bermain golf dengan Tiger Wood | 
Disini  kita temui patung para pemimpin  berbagai negara, orang-orang terkenal, termasuk para selebretis dari   Cina Hongkong khususnya.  Agak berbeda dengan patung lilin yang pernah  kami lihat di Madame Tussauds di Amsterdam, di  Hongkong tidak kita  temukan orang terkenal dari Indonesia.   Madame  Tussauds di Amsterdam,  kita bisa menemukan pahlawan Indonesia antara lain Dr. Wahidin  Sudirohusodo dan  Pressiden Sukarno.  Mungkin karena Belanda pernah  menjajah Indonesia kali ya? Dari patung-patung orang populer di museum  ini,  yang paling banyak digunakan sebagai background berfoto ria adalah  presiden Amerika Serikat yaitu  Barack Obama.  Bahkan di situ ada  tukang foto yang menjual jasa untuk memotret siapa saja yang  menginginkan.  Setelah berpuas-puas melihat patung demi patung, kami  meninggalkan museum Madame Tussauds.  Sebenarnya  masih ada satu obyek  lagi di peak Victoria ini, yaitu Terrace of Victoria.  Dari namanya,  jelas bahwa tempat tersebut merupakan lantai  tertinggi dari bangunan  dimana Madame Tussauds berada, sehingga kita dapat melihat panorama  Hongkong dari kedudukan yang paling tinggi.  Kami  meninggalkan Peak  Victoria menjelang senja dengan menggunakan tram yang sama dengan saat  mendaki, hanya dalam perjalanan turun ini bangku tempat duduk dalam tram  pada posisi yang  membuat kami berjalan mundur.  Setelah sampai stasiun  Peak Tram, kami melanjutkan perjalanan pulang dengan tidak  menggunakan  MTR melainkan dengan Star Ferry.  
| Star ferry dengan berlatar gedung-gedung tinggi | 
Kami ikuti saja petunjuk arah Star Ferry dengan  berjalan kaki, yang jaraknya  cukup lumayan.  Star Ferry adalah  transportasi laut di Hongkong yang sudah cukup kuno, yang menghubungkan  Hongkong  Island dan Kowloon.  Meskipun kapal ferry ini sudah nampak tua  dan bau solar agak menyengat, namun sarana transportasi ini  sangat  diminati para turis karena bisa menikmati gemerlapan cahaya lampu dari  gedung-gedung tinggi baik yang ada di Hongkong Island dan Kowloon.   Karena itu disarankan untuk menggunakan jasa penyeberangan ini pada saat  malam atau menjelang malam.  Biaya untuk naik ferry cukup murah, yaitu  2,5 HKD.  Sampai di Tsim Sham Tsui sudah malam, dan perut terasa lapar.   Sebagai  muslim yang berusaha untuk makan jenis makanan yang halal,  maka kami menjaga diri untuk tidak makan di  sembarang tempat, karena  ini sangat beresiko.  Oleh karena itu kami mencari tempat makan yang  sudah mendunia saja yaitu Mac  Donald, dan di sana beli cukup kentang  goreng dan ayam.   Selesai  makan, waktu sudah menunjukkan pukul 19.30.   Sebenarnya kami ingin ke Evenue of Star untuk melihat atraksi Simphony  of Light.  Konon  katanya bahwa Simphony of Light merupakan atraksi  sinar laser yang diperagakan dari gedung-gedung tinggi  di Hongkong.   Tempat yang paling ideal untuk melihat Simphony of Light adalah di jalan  Avenue of Star yang letaknya  di tepi pantai.   Namun setelah tanya  kepada seseorang tentang jalan yang  menuju tempat tersebut, tetapi  tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan,  akhirnya kami putuskan untuk  kembali ke hostel saja.  Begitu sampai di hostel, baru terasa bahwa  badan sudah lelah dan ngantuk.  Namun ada beberapa tugas yang belum saya  selesaikan untuk urusan sekolah dan kantor.  Syukur  alhamdulillah di  hostel ada WIFI, sehingga kami bisa mengirim beberapa tugas melalui  e-mail.   Wah hidup ini menjadi demikian mudah dengan menggunakan IT,  sehingga soal ujian bisa dikirim dengan cepat dan mudah  dari Hongkong  ke Indonesia.  
Hari ke  3 yaitu Rabu 20 April merupakan agenda  padat, karena ada 2 kunjungan, yaitu ke Ngoping Village  dan  Disneyland. Pukul 03.30 kami sudah terbangun, karena berarti di   Indonesia sudah waktu Subuh (pukul 04.30).  Pada pukul 08.00 kami sudah  berangkat menuju ke stasiun Tsim Sha Tsui, untuk menuju  stasiun Tung  Chung.  Dari stasiun Tsim Sha Tsui menggunakan jalur Tsuen Wan kemudian  berhenti Lai King, terus ganti  kereta jalur Tung Chung.  Selanjutnya  begitu sampai stasiun Tung Chung langsung menuju exit B, dan kita akan  dipandu oleh  penunjuk arah menuju ke Tung Chung Cable Car Terminal.   Jarak antara stasiun MTR Tung Chung dengan Thung Chung Cable Car  Terminal cukup dekat hanya sekitar 200 m.  Pada hari itu adalah Rabu,  tetapi ternyata antrian untuk  mendapatkan tiket cukup panjang.  Dalam  hati mengagumi bahwa Hongkong memang hebat, ternyata memang pulau ini   betul-betul terdepan dalam hal wisata.  Obyek wisata yang akan  dikunjungi adalah Ngong Ping 360 yang berada di Lantau Island.  Untuk  mencapai ke sana menggunakan Ngong Ping Cable Car (kereta gantung), yang  berangkat dari Tung Chung Cable Car  Terminal menuju ke Ngong Ping  Cable Car Terminal.  Di puncak Ngong Ping merupakan tempat berdirinya  Biara Po Lin dan  Patung Budha Tian Tan sebagai patung Budha tertinggi  di dunia. Kabel yang  digunakan untuk kereta gantung sepanjang 5.7 km,  serta ditunjang oleh 8 buah  menara termasuk yang ada Tung Chung Cable  Car Terminal dan Ngong Ping Cable Car Terminal.  Ada dua jenis kereta  gantung yang ditawarkan, yaitu jenis “standard cabin” dan “crystal  cabin”. 
| Cable Car di Tung Chung Lantau Island | 
Perbedaannya   bahwa kabin kristal berlantai kaca, sehingga penumpang bisa melihat  pemandangan yang ada di bawah  langsung.  Tentu saja kabin ini tidak  cocok bagi  mereka yang berpenyakit “hayub-hayuben” atau “singunen”  takut ketinggian alias “altitude phobia”.  Untuk kabin standard tiket  pulang pergi sebesar 176 HKD, dan ada  pertunjukan gratis di Ngong Ping  yaitu Walking with Buddha dan  the Monkey’s Tale Theatre.  Sebagai  “backpacker” maka pasti kami memilih kabin standard, karena paling tidak  beda tiket  antara kabin kristal dan kabin standard adalah 50 HKD.  Nah  pengalaman kami mengunjungi Ngong Ping sungguh luar biasa.  Pemandangan  dari atas ke panorama di bawah sangat luar biasa, atau kalau boleh  pinjam istilahnya Tukul Arwana “is amazing”.   Pemandangan di bawah  terdiri dari perpaduan laut, gunung, taman, bangunan-bangunan tinggi,  yang  membentuk harmonisasi yang mengagumkan.  Dalam hati saya memuji  kehebatan Cina dalam mengelola potensi alamnya untuk dijual  sebagai  obyek wisata yang aduhai.   Bahkan dari ketinggian, kita bisa  menyaksikan hiruk pikuknya pesawat tinggal dan  lepas landas dari  bandara yang cukup sibuk yaitu Hongkong International Air  Port yang  terletak di pulau Lantau ini.  Ada alternative jalan menuju Ngong Ping  ini, khususnya bagi yang mempunyai kesamaptaan jasmani prima, yaitu  berjalan bertrap-trap.    Dari cabin yang menggelantung pada dua  utas  kabel, terlihat ada beberapa orang meunju Ngong Ping dengan jalan  kaki melalui trap-trap tersebut.  Mendekati pukul 14.00 kami mulai  meninggalkan Ngong Ping, namun sebelum kembali  kami menyaksikan pentas  musik di arena sebelum keluar dari Ngong Ping Cable Terminal.   Setelah  cabin yang kami tumpangi mendarat di terminus (terminal terakhir) yaitu  di Tung Chung  Cable Car Terminal, terasa perut sudah terasa lapar,  karena tadi hanya makan  popcorn dan minum air mineral.  Agar kami makan  dengan agak merasa aman (“tidak takut makanan yang dipantang”), maka   kami makan pizza  tidak jauh dari Tung Chung Cable Car Terminal.    Energi seperti terkumpul kembali setelah selesai makan siang, maka kami  melanjutkan agenda  selanjutnya yaitu ke Disneyland.  Dari  stasiun MTR Tung Chung menuju stasiun berikutnya yaitu Sunny Bay, terus  ganti MTR yang  menuju ke Disneyland.  Ada ciri khusus untuk MTR yang  menuju Disneyland, yaitu  kaca jendelanya berbentuk kepala Mickey  Mouse termasuk pegangan tangan di dalam MTR. 
![]()  | 
| MTR ke Disneyland dengan kaca jendela berkepala Mickey | 
Disneyland Hongkong berlokasi  di daerah reklamasi di teluk Penny  Lantau Island.  Taman Disneyland  dibuka pertama kali pada 12 September 2005 yang terdiri dari 4 area,   yaitu Main Street USA, Fantasyland, Adventureland, dan Tomorrow  Land.   Pada saat exit dari stasiun Disneyland kita langsung sampai  pintu gerbang dengan tulisan “Welcome  Hongkong Disneyland Resort”  sebagai bangunan terdepan dari suatu area Disneyland  yang sangat luas  dengan tata taman yang sangat bagus.     
![]()  | 
| Pintu gerbang Disneyland | 
Untuk   menuju ke area Disneyland, kita menyusuri dari  pintu gerbang melalui  jalan yang sangat lebar dengan pepohonan yang tertata apik dan asri.    Pengunjung Disneyland Hongkong tidak kurang dari 4,5 juta orang  setiap  tahun.   Tiket masuk Disneyland 350 HKD, dan dengan tiket tersebut kita  bisa menikmati semua atraksi yang ada.    Kami sampai di Disneyland  menjelang pukul 16.00, namun masih terasa cukup panas karena matahari  tenggelam  mendekati pukul 19.00.  Ternyata pada jam tersebut langsung  disuguhi dengan karnaval  yang melewati sepanjang  Main Street USA.    Karnaval dari berbagai kendaraan hias dengan penampilan berbagai tokoh  karakter film kartun seperti Mickey Mouse,  Donald Bebek, Goofy, Pluto   dan lain-lain berlangsung sangat meriah.   Jalan-jalan sepanjang Main  Street USA berubah menjadi lautan manusia.    Dalam hati saya memuji  kehebatan China dalam memajukan dunia wisata. Meskipun saat itu hari  Rabu, namun tempat wisata  ini cukup padat pengunjung. 
| Karnaval di Main Street USA di Disneyland | 
Selesai menikmati  tontotan  karnaval, kami melanjutkan perjalanaan berkeliling taman Disneyland  dengan menggunakaan tram.  Sebenarnya kalau ingin bisa menikmati banyak  atraksi yang ada di  taman Disneyland ini, harus meluangkan waktu lebih  banyak.  Jumlah  pengujung yang sangat banyak, membuat antrean untuk  setiap atraksi cukup panjang.  Keberadaan kami selama sekitar 4 jam,  hanya mencoba beberapa  atraksi antara lain  Dumbo The Flying Elephant,  Mickey’s Philhar Magic, Space Mountain, dan Stitch Encounter.    Selanjutnya pada pukul 19.30 kami sudah beranjak ke area di ujung Main  Street USA untuk menyaksikan atraksi  sinar laser, dan pada pukul 20.00  di tempat yang sama diselenggarakan atraksi  kembang api dan laser.   Pesta kembang api merupakan acara yang paling ditunggu oleh seluruh  pengunjung Disneyland.  Acara kembang api berlangsung super meriah, yang  menyuguhkan atraksi yang sangat menarik yang merupakan perpaduan   antara kembang api, sinar laser, musik/lagu dan narasi.  Pesta  kembang  api, merupakan acara terakhir yang kami nikmati dan kemungkinan juga  merupakan acara terakhir yang  disuguhkan di Disneyland ini.  Hal ini  terbukti karena setelah acara kembang api berakhir, para pengujung  secara  serentak menuju ke pintu ke luar Disneyland.  Pada saat itu saya  sempat berpikir bahwa kami akan berdiri mengantri berlama-lama,  untuk  tujuan yang sama yaitu naik MTR ke stasiun Sunny Bay.  Ternyata dugaan  saya sama sekali tidak benar.
Memang penumpang cukup padat, namun kami tidak perlu berebut atau berdesakan saat masuk MTR, termasuk saat tadi membeli tiket. Sedikit cerita tentang transportasi di Hongkong, bahwa jenis yang digunakan cukup beragam yaitu kereta listrik, bus, tram, ferry, dan taksi. Yang disebut MTR sebenarnya adalah nama korporasi yang mengelola kereta api bawah tanah. Disamping MTR ada juga KCR (Kowloon-Canton Railway Corporation) yang juga mengelola jaringan transportasi kereta api. Namun orang menyebut kereta tersebut dengan nama MTR atau KCR. Misalnya kereta yang menghubungkan Hunghom ke Lowu yang merupakan stasiun terakhir (terminus) di wilayah Hongkong sebelum masuk ke Shenzhen, mereka menyebut KCR karena dikelola oleh KCR corporation. Kehandalan dan kenyamanan MTR atau KCR sebagai transportasi massa memang luar biasa. Kereta yang dikendalikan secara komputer ini datang di setiap stasiun dengan interval waktu sekitar 2, 3, 4, 5, atau 6 menit tergantung dari tingkat intensitas kepadatan penumpang. Kehandalan dan ketepatan waktu dating dan berangkat bisa dibilang 99.99 persen. Meskipun orang China sulit berbahasa Inggris, namun tanda-tanda visual dan verbal di MTR ini sangat membantu. Posisi kita dimana dan akan kemana dapat dilihat dengan gampang melalui bagan jaringan stasiun yang terpasang di atas pintu keluar/masuk MTR. Nama-nama stasiun yang sudah dilewati diberi warna lampu biru, sedangkan yang akan dilewati berwarna lampu merah. Dengan demikian kita tinggal menandai berapa stasiun yang harus kita lewati untuk turun di stasiun tujuan kita. Selain itu selalu diumumkan melalui sound system dalam dua bahasa yaitu Mandarin dan Inggris pada saat MTR akan berangkat atau akan berhenti, berupa pemberitahuan nama stasiun tempat berangkat dan stasiun berikutnya. Jadi kalau sampai ada penumpang yang kebablasan dari stasiun yang dituju, mungkin penumpang tersebut tidur atau melamun. Tetapi rasanya tidak pernah ada penumpang yang tertidur di MTR, mungkin dianggap nggak biasa kali ya? Pengoperasian MTR atau KCR juga sangat efisien, karena mulai pembelian tiket dilakukan dengan mesin penjual tiket (ticket vending machine), masuk kereta melalui pintu otomatis yang dioperasikan dengan tiket elektronik yang kita beli, termasuk juga pada saat keluar stasiun. Disamping itu petugas kereta yang panjangnya sekitar 8 sampai dengan 10 gerbong tersebut hanya diawaki 1 orang sebagai pengemudi. Meskipun pengemudi disini barangkali tidak dalam arti sesungguhnya, karena MTR ini dikendalikan dengan sistem komputer yang canggih. Dengan kehandalan dan kenyamanan jenis transportasi ini, maka masyarakat Hongkong tidak terlalu suka memiliki mobil pribadi. Buat apa punya mobil yang harus bayar pajak, bayar parkir, dan lebih repot lagi garasinya di mana? Bukan berarti orang Hongkong tidak punya uang, karena Hongkong sebagai wilayah otonomi tercatat sebagai urutan ke 7 negara/wilayah terkaya di dunia. Namun kepadatan penduduk Hongkong yang konon 6254 orang per kilometer persegi, tentu peruntukan lahan harus dipertimbangkan untuk manfaat yang lebih besar. Dari pengamatan kami terhadap setiap 10 kendaraan yang melintas di jalan raya, hanya sekitar 2 atau 3 kendaraan pribadi. Selebihnya adalah kendaraan transportasi massa, seperti bus tingkat dan microbus serta kendaraan pengangkut barang misalnya truk. Dari sistem transportasi yang sangat handal dan nyaman di Hongkong ini, saya pikir banyak manfaat yang ditimbulkan. Pertama, meskipun jalan padat dengan manusia, namun jalan jarang sekali macet karena mereka menggunakan tranportasi massa. Selain itu MTR menggunakan fasilitas rel di bawah tanah (subway), sehingga tidak menambah kepadatan lalu lintas. Menurut data bahwa jumlah penumpang pengguna jasa MTR perhari sekitar 2,3 juta orang dari 6,8 juta jumlah penduduk Hongkong. Ke dua, dalam hal pemakaiaan energi pasti lebih efisien, karena penggunaan transportasi massal secara akumulatif jauh lebih efisien dari pada mereka menggunakan kendaraan pribadi. Ke tiga, dengan pemakaian energi yang lebih sedikit akan berpengaruh dalam upaya meminimalkan efek rumah kaca yang berarti ikut menyelamatkan bumi kita akibat dari global warming. Ke empat, masyarakat pengguna MTR banyak berjalan kaki dalam menuju ke atau dari stasiun MTR, sehingga masyarakat China khususnya Hongkong rata-rata berbadan ramping dan sehat. Ke lima, pembentukan budaya yang disiplin, karena banyaknya alternatif transportasi di Hongkong, membuat aturan lalu lintas di Hongkong bisa ditegakkan dengan baik. Padahal kedisiplinan berlalu lintas akan membantu penciptaan disiplin nasional secara keseluruhan. Bandingkan dengan kondisi lalu lintas di tanah air. Dengan minimnya fasilitas lalu lintas yang disediakan negara, maka polisipun tidak mampu menegakkan aturan berlalu lintas dengan baik. Misalnya untuk menghindari macet di jalur lambat, sepeda motor dengan enaknya melintas di jalur cepat yang sebenarnya sangat membahayakan. Tanda “Belok Kiri Jalan Terus” tidak bisa berfungsi, karena jalurnya dipenuhi beratus-ratus sepeda motor. Melihat seperti itu polisi tidak bisa berbuat apa-apa. Jika pembiaran seperti ini berlanjut, maka akan menyebabkan berkembangnya ketidakdisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas. Selanjutnya diakui atau tidak, ketidakdisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas dapat mempengaruhi ketidakdisiplinan dalam banyak aspek. Saya termasuk salah satu warga negara yang menaruh kekhawatiran besar, terhadap semakin menurunnya kedisiplinan masyarakat bangsa kita akibat ketidakdisiplinan dalam berlalu lintas.
| Salah satu stand di area Tomorrow Land | 
Memang penumpang cukup padat, namun kami tidak perlu berebut atau berdesakan saat masuk MTR, termasuk saat tadi membeli tiket. Sedikit cerita tentang transportasi di Hongkong, bahwa jenis yang digunakan cukup beragam yaitu kereta listrik, bus, tram, ferry, dan taksi. Yang disebut MTR sebenarnya adalah nama korporasi yang mengelola kereta api bawah tanah. Disamping MTR ada juga KCR (Kowloon-Canton Railway Corporation) yang juga mengelola jaringan transportasi kereta api. Namun orang menyebut kereta tersebut dengan nama MTR atau KCR. Misalnya kereta yang menghubungkan Hunghom ke Lowu yang merupakan stasiun terakhir (terminus) di wilayah Hongkong sebelum masuk ke Shenzhen, mereka menyebut KCR karena dikelola oleh KCR corporation. Kehandalan dan kenyamanan MTR atau KCR sebagai transportasi massa memang luar biasa. Kereta yang dikendalikan secara komputer ini datang di setiap stasiun dengan interval waktu sekitar 2, 3, 4, 5, atau 6 menit tergantung dari tingkat intensitas kepadatan penumpang. Kehandalan dan ketepatan waktu dating dan berangkat bisa dibilang 99.99 persen. Meskipun orang China sulit berbahasa Inggris, namun tanda-tanda visual dan verbal di MTR ini sangat membantu. Posisi kita dimana dan akan kemana dapat dilihat dengan gampang melalui bagan jaringan stasiun yang terpasang di atas pintu keluar/masuk MTR. Nama-nama stasiun yang sudah dilewati diberi warna lampu biru, sedangkan yang akan dilewati berwarna lampu merah. Dengan demikian kita tinggal menandai berapa stasiun yang harus kita lewati untuk turun di stasiun tujuan kita. Selain itu selalu diumumkan melalui sound system dalam dua bahasa yaitu Mandarin dan Inggris pada saat MTR akan berangkat atau akan berhenti, berupa pemberitahuan nama stasiun tempat berangkat dan stasiun berikutnya. Jadi kalau sampai ada penumpang yang kebablasan dari stasiun yang dituju, mungkin penumpang tersebut tidur atau melamun. Tetapi rasanya tidak pernah ada penumpang yang tertidur di MTR, mungkin dianggap nggak biasa kali ya? Pengoperasian MTR atau KCR juga sangat efisien, karena mulai pembelian tiket dilakukan dengan mesin penjual tiket (ticket vending machine), masuk kereta melalui pintu otomatis yang dioperasikan dengan tiket elektronik yang kita beli, termasuk juga pada saat keluar stasiun. Disamping itu petugas kereta yang panjangnya sekitar 8 sampai dengan 10 gerbong tersebut hanya diawaki 1 orang sebagai pengemudi. Meskipun pengemudi disini barangkali tidak dalam arti sesungguhnya, karena MTR ini dikendalikan dengan sistem komputer yang canggih. Dengan kehandalan dan kenyamanan jenis transportasi ini, maka masyarakat Hongkong tidak terlalu suka memiliki mobil pribadi. Buat apa punya mobil yang harus bayar pajak, bayar parkir, dan lebih repot lagi garasinya di mana? Bukan berarti orang Hongkong tidak punya uang, karena Hongkong sebagai wilayah otonomi tercatat sebagai urutan ke 7 negara/wilayah terkaya di dunia. Namun kepadatan penduduk Hongkong yang konon 6254 orang per kilometer persegi, tentu peruntukan lahan harus dipertimbangkan untuk manfaat yang lebih besar. Dari pengamatan kami terhadap setiap 10 kendaraan yang melintas di jalan raya, hanya sekitar 2 atau 3 kendaraan pribadi. Selebihnya adalah kendaraan transportasi massa, seperti bus tingkat dan microbus serta kendaraan pengangkut barang misalnya truk. Dari sistem transportasi yang sangat handal dan nyaman di Hongkong ini, saya pikir banyak manfaat yang ditimbulkan. Pertama, meskipun jalan padat dengan manusia, namun jalan jarang sekali macet karena mereka menggunakan tranportasi massa. Selain itu MTR menggunakan fasilitas rel di bawah tanah (subway), sehingga tidak menambah kepadatan lalu lintas. Menurut data bahwa jumlah penumpang pengguna jasa MTR perhari sekitar 2,3 juta orang dari 6,8 juta jumlah penduduk Hongkong. Ke dua, dalam hal pemakaiaan energi pasti lebih efisien, karena penggunaan transportasi massal secara akumulatif jauh lebih efisien dari pada mereka menggunakan kendaraan pribadi. Ke tiga, dengan pemakaian energi yang lebih sedikit akan berpengaruh dalam upaya meminimalkan efek rumah kaca yang berarti ikut menyelamatkan bumi kita akibat dari global warming. Ke empat, masyarakat pengguna MTR banyak berjalan kaki dalam menuju ke atau dari stasiun MTR, sehingga masyarakat China khususnya Hongkong rata-rata berbadan ramping dan sehat. Ke lima, pembentukan budaya yang disiplin, karena banyaknya alternatif transportasi di Hongkong, membuat aturan lalu lintas di Hongkong bisa ditegakkan dengan baik. Padahal kedisiplinan berlalu lintas akan membantu penciptaan disiplin nasional secara keseluruhan. Bandingkan dengan kondisi lalu lintas di tanah air. Dengan minimnya fasilitas lalu lintas yang disediakan negara, maka polisipun tidak mampu menegakkan aturan berlalu lintas dengan baik. Misalnya untuk menghindari macet di jalur lambat, sepeda motor dengan enaknya melintas di jalur cepat yang sebenarnya sangat membahayakan. Tanda “Belok Kiri Jalan Terus” tidak bisa berfungsi, karena jalurnya dipenuhi beratus-ratus sepeda motor. Melihat seperti itu polisi tidak bisa berbuat apa-apa. Jika pembiaran seperti ini berlanjut, maka akan menyebabkan berkembangnya ketidakdisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas. Selanjutnya diakui atau tidak, ketidakdisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas dapat mempengaruhi ketidakdisiplinan dalam banyak aspek. Saya termasuk salah satu warga negara yang menaruh kekhawatiran besar, terhadap semakin menurunnya kedisiplinan masyarakat bangsa kita akibat ketidakdisiplinan dalam berlalu lintas.
Wah ini  kok  ngelantur kemana-mana ya? Namun apa yang kami saksikan hari ini baik  keindahan alam Ngong Ping Village dan atraksi-atraksi yang disuguhkan  secara bagus di Disneyland Park, serta  rasa “nelongso” melihat negeri  sendiri khususnya dalam ketidakdisiplinan berlalu lintas  dan rasa lelah  yang menyertainya, telah mengantarkan kami ke alam mimpi di  malam itu  meskipun di kamar hostel yang sempit namun nyaman.
Pagi hari   seperti biasa kami bangun pukul 03.30 waktu lokal atau 04.30 WIB.  Saya  hanya membayangkan pada jam begini kalau di tanah air kita dibangunkan  oleh berkumandangnya  adzan Subuh dari banyak masjid yang ada di sekitar  rumah.   Namun di sini serba sunyi senyap, bahkan suara kendaraanpun  tidak terdengar. Pada pagi itu, saya menjadi ingat karena ada satu  tempat yang  telah direncanakan untuk dikunjungi, namun belum  terlaksana.   Tempat  wisata tersebut adalah Avenue of Star, yang  sebenarnya hanya perjalanan kurang dari 10 menit dari hostel  dengan  jalan kaki.  Tempat wisata ini merupakan wilayah pantai, dimana dari  sana kita bisa melihat pemandangan  indah berupa deretan gedung-gedung  tinggi  menjulang langit di Hongkong Island.  Sepanjang Avenue of Star  terdapat jejak tapak tangan para artis film Hongkong.  Tempat  ini  sangat cocok untuk menyaksikan Symphony of Light yaitu pertunjukkan  sinar laser dari gedung gedung  tinggi di wilayah Hongkong Isalnd.   Tidak terlalu lama saya berada di tempat ini, karena masih ada 1 jadwal  pada hari  terakhir di Hongkong, yaitu mengunjungi Ladies Market, yang  konon merupakan pasar murah.  Pada pukul 09.00 kami menuju ke Ladies  Market,  dengan menggunakan MTR jurusan Mongkok.  Ladies Market yang  terletak Tung Choi Street sangat gampang  ditemukan dengan cara keluar  dari stasiun melalui exit D3 di  stasiun Mongkok.  Ternyata bahwa  kedatangan kami di Ladies Market masih terlalu pagi, karena pasar baru  mulai buka pada  pukul 11.00.  Pada waktu sepagi itu, kami hanya  menyaksikan bagaimana para pedagang mendirikan tenda di sepanjang  jalan.  
![]()  | 
| Toko Indonesia di Jl.Ying Chong Street | 
Kalau menilik  dagangannya, rasanya yang dijual  di pasar ini dagangan yang kurang “bright”, sehingga saya agak  ragu  jangan-jangan yang dijual adalah barang bekas. Sambil menunggu waktu   checkout hostel yang direncanakan pada pukul 12.00, kami gunakan untuk   jalan-jalan di sekitar Ladies Market.  Ternyata di dekat Ladies Market  ada juga pasar yang menjajagakan aneka buah, bunga,  dan makanan di  sepanjang Ying Chong Street.  Bahkan di jalan ini kami menjumpai toko  Indonesia (Indo Land) yang ternyata barang dagangannyapun  mirip dengan  barang-barang Indonesia, seperti supermi, indomi, obat-obatan  semacam  minyak kayu putih, vick inhaler dan sebagainya.
Kami   meninggalkan Ladies Market pada pukul 10.00 untuk kembali ke hotel,  karena tadi sudah berjanji bahwa kami akan check out  pukul 12.00.    Sambil menunggu waktu check out, kami memasak nasi untuk makan siang,  mengingat akan menempuh perjalanan  yang lumayan jauh.  Pada pukul 12.00  kami check out dari hostel menuju ke TST East station untuk naik MTR  menuju ke  Hunghom stasiun.  Bagaimana perjalanan kami ke Shenzhen dan  apa yang terjadi disana, cerita ini bersambung ke Wisata Macau,   Hongkong, dan Shenzhen bagian ke 3).


